BANDAR LAMPUNG ~ Eko Yuli Tak Pernah Ditawari Wakili Lampung
Eko Yuli Tak Pernah
Ditawari Wakili Lampung
BANDAR LAMPUNG ~ Pekan Olahraga Provinsi
(Porprov) VII Lampung segera berlangsung pada Senin (27/11) mendatang. Di balik
kemeriahan pesta olahraga tertinggi di tingkat provinsi tersebut, ternyata
ada sejarah kelam sejumlah atlet Lampung yang justru memilih hengkang dari Bumi Ruwa Jurai, dan membela provinsi lain. '
Kondisi tersebut ternyata telah terjadi sejak era 1970-an. Sejumlah alasan pun mengemuka, mulai dari fasilitas latihan yang tak memadai hingga rendahnya kesejahteraan bagi atlet. Bahkan,” ada atlet yang berprestasi secara'internasional tidak pernah diminta pemprov untuk mewakili Lampung.
Atlet angkat besi yang Iahir dan melewati masa kecil, di Metro, Eko Yuli Irawan (28) mengatakan, ia mulai tertarik dan berlatih angkat besi pada usia 11 tahun. Hampir setiap hari sepulang sekolah, ia selalu berlatih di sebuah klub di Metro. Hingga pada 2002, Eko berhasil meraih medali emas pada sebuah kejuaraan antarklub berskala nasional dalam kategori remaja U-16. Ia kemudian diboyong Persatuan Angkat Besi dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) Kalimantan Selatan (Kalsel), untuk mengikuti pemusatan latihan angkat besi ke Bogor pada 2003
"Sejak awal, saya sudah mendapat pembinaan dan pelatih asal Kalsel. Tidak pernah ada perwakilan dari pemerintah daerah Lampung yang mencoba menahan saya. Jadi sebenarnya, saya tidak pindah atau kabur dari Lampung. Karena, tidak pernah sekalipun ditawarkan untuk jadi atlet mewakili Lampung," papar Eko. Kamis (16/ 1 1).
Pada kejuaraan tingkat nasional, Ek'o mengatakan, ia kemudian mewakili Kalsel. Sampai pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat 2016, Eko berpindah provinsi mewakili Jawa Timur (Jatim). "Tidak bisa dimungkiri, alasannya (pindah provinsi) karena tawaran penghasilan yang tinggi,“ kata Eko.
Berbeda dengan Eko, mantan atlet karate, Ade Bagus memutuskan pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim). saat masih aktif menjadi atlet mewakili Lampung. Ade pindah ke Kaltim pada 2005. "Saya tidak munafik. Jaminan kesejahteraan dan iming-iming hari tua yang layak, jadi alasan saya pindah ke Kalimantan," terang Ade.
Ketika pindah, Ade mengatakan, “Pemprov Kaltim langsung mengangkat dirinyna sebagai PNS di dinas pemuda dan olahraga. Sehingga, ia merasa memiliki jaminan masa tua ketika kemudian ia pensiun sebagai atlet. "Saya sekarang sudah pensiun tetapi tetap menjadi melatih," tutur Ade.
Sebelum Ade, kepindahan ke Kaltim lebih dulu dilakukan Samsul Effendi, saat masih membela lampung di cabang olahraga (cabor) panjat dinding pada medio 1990an. Samsul mengaku pindah karena keterbatasan fasilitas berlatih di Lampung.
"Kadang atletnya ada berapa, fasilitasnya dikasih berapa, Misalnya, ada atlet 10, dapat jatah sepatu hanya 5 pasang. Akhirnya, pakai gantian,“ jelas Samsul.
Selain itu, Samsul menuturkan, dana yang diberikan pun tidak transparan, antara lain uang transportasi dan bonus bagi atlet berprestasi.
”Rata-rata itu masalahnya. Saat itu, cukup banyak atlet panjang dinding yang pergi dari Lampung," ujar Samsul, yang kini telah pensiun sebagai atlet.Lebih Berprestasi selama menjadi atlet mewakili Lampung, Samsul mengaku tidak pernah mengikuti ajang PON. Kondisi tersebut berubah saat ia mewakili Kaltim . Ia mengikuti dua PON . Dan di kedua ajang tersebut, ia mampu meraih medali perunggu. "Karena fasilitas yang tajamin. kesejahteraan juga cukup terjamin. Saat fasilitas minim, motivasi atlet untuk berkembang juga menjadi hilang,“ kala Samsul.
Hal serupa dialami Ade Bagus. Ia sempat membela lampung pada PON Sumatera Selatan 2004, namun tak berhasil meraih medali.
Pada PON Kaltim 2008, Ade kembali berlaga. Saat im, ia sudah "berbaju“ Kaltim. dan sukses mengantongi medali emas. 'Untuk pembinaan sebenarnya tidak ada perbedaan antara Lampung dan Kaltim. Tetapi dari segi fasilitas, Kaltim lebih baik dan lebih lengkap terang Ade. Sementara, prestasi yang dicatat Eko pun sangat menjulang. Tak hanya sukses di ajang nasional, Eko juga berprestasi di ajang internasional tertinggi, yaitu Olimpiade
Eko tercatat pernah meraih medali perunggu pada Olimptade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012. Pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Eko berhasil membawa pulang medali perak
Dari segudang prestasi yang telah dicapai. Eko mengaku, ia masih memihki keinginan untuk bisa meraih medali mewakili lampung
lampung itu tanah kelahiran saya. keinginan pasti ada. tapi atlet itu sama saja dengan pekerjaan lainnya Bukan matre, tetapi kami juga butuh kepastian kejelasan dan jaminan. Seorang atlet juga punya tanggung jawab terhadap keluarga yang harus dihidupi
Di cabang angkat besi, Eko mengatakan. banyak bakat - bakat muda yang tumbuh Lampung Hal tersebut seharusnya bisa menjadi perhati pemerintah Tinggi kemauan dari daerah apakah mau menumbuhkan atlet atlet muda berbakat tersebut”? ucap Eko. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung. Hambal W? kan. persoalan yang terjadi pada Elm nebenamya keur ball kepada pribadi atlet. Se bab. jika memang memiliki keinginan untuk membela Lampung Hanibal menga takan. Eko seharusnya mau proaktif menemui pemerintah daerah atau KONI Lampung
Tapi sejauh ini tidak pernah juga. Kalau kami, ketika si atlet sudah memutuskan untuk membela daerah lain, meskipun asalnya dari Lampung, kami bisa apa? Karena, itu kan sudah menjadi keputusan dia,"papar Hanibal, Selasa (21 / 1 1). Persoalan yang terjadi pada Eko, Hanibal menuding, tak terlepas dari jual beli atlet yang dilakukan sejumlah pelatih Sebenarnya ada permasalahan lain yang terjadi. Jadi, dia (Eko) ini masuk dalam lingkaran pelatih-pelatih yang suka menjual atlet. khususnya dari Lampung. Ketika dia (pelatih) sudah melihat ada potensi dari si atlet. dalam hal ini si Eko. si pelatih ini menawarkan ke banyak daerah. Tinggal mana yang berani membayar tinggi, itu yang diambil," kata Hanibal.
Meski begitu, Hanibal mengatakan, pihaknya tidak bisa bertindak banyak. Hal itu karena status atlet dalam mewakili provinsi, pada akhirnya tergantung dari atlet tersebut. Saat itu, Eko sudah telanjur membela daerah lain. Kalau mau membela ' Lampung, Eko harus mengajukan surat kepindahan, dua tahun sebelum event nasional berlangsung. 'Karena, kami tidak bisa asal menarik. Dari sisi aturan juga memang harus atletnya yang mengusulkan untuk pindah," papar Hanibal. Fenomena atlet pindah ke provinsi lain, menurut Hanibal, telah terjadi saat dirinya masih menjadi atlet karate pada 1970-an. Meskipun, mereka sudah mengharumkan nama Lampung di pentas nasional.
"Iming-iming bonus dan kesej ahteraan (dari provinsi lain), tentu akan sangat menggiurkan bagi para atlet. Apalagi, keterbatasan anggaran menjadi masalah untuk Lampung bisa menahan atlet yang berpotensi," kata Hanibal. Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Lampung, Julian Manaf membenarkan, kepindahan atlet tidak bisa dicegah. Hal tersebut diperbolehkan dalam peraturan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). "Bahkan kalau kami ingin mengadopsi atlet dari daerah lain, juga tidak masalah. Atlet yang pindah biasanya karena iming-iming bonus atau uang di provinsi baru," ucap J ulian.(rri/val)
Kondisi tersebut ternyata telah terjadi sejak era 1970-an. Sejumlah alasan pun mengemuka, mulai dari fasilitas latihan yang tak memadai hingga rendahnya kesejahteraan bagi atlet. Bahkan,” ada atlet yang berprestasi secara'internasional tidak pernah diminta pemprov untuk mewakili Lampung.
Atlet angkat besi yang Iahir dan melewati masa kecil, di Metro, Eko Yuli Irawan (28) mengatakan, ia mulai tertarik dan berlatih angkat besi pada usia 11 tahun. Hampir setiap hari sepulang sekolah, ia selalu berlatih di sebuah klub di Metro. Hingga pada 2002, Eko berhasil meraih medali emas pada sebuah kejuaraan antarklub berskala nasional dalam kategori remaja U-16. Ia kemudian diboyong Persatuan Angkat Besi dan Binaraga Seluruh Indonesia (PABBSI) Kalimantan Selatan (Kalsel), untuk mengikuti pemusatan latihan angkat besi ke Bogor pada 2003
"Sejak awal, saya sudah mendapat pembinaan dan pelatih asal Kalsel. Tidak pernah ada perwakilan dari pemerintah daerah Lampung yang mencoba menahan saya. Jadi sebenarnya, saya tidak pindah atau kabur dari Lampung. Karena, tidak pernah sekalipun ditawarkan untuk jadi atlet mewakili Lampung," papar Eko. Kamis (16/ 1 1).
Pada kejuaraan tingkat nasional, Ek'o mengatakan, ia kemudian mewakili Kalsel. Sampai pada Pekan Olahraga Nasional (PON) Jawa Barat 2016, Eko berpindah provinsi mewakili Jawa Timur (Jatim). "Tidak bisa dimungkiri, alasannya (pindah provinsi) karena tawaran penghasilan yang tinggi,“ kata Eko.
Berbeda dengan Eko, mantan atlet karate, Ade Bagus memutuskan pindah ke Kalimantan Timur (Kaltim). saat masih aktif menjadi atlet mewakili Lampung. Ade pindah ke Kaltim pada 2005. "Saya tidak munafik. Jaminan kesejahteraan dan iming-iming hari tua yang layak, jadi alasan saya pindah ke Kalimantan," terang Ade.
Ketika pindah, Ade mengatakan, “Pemprov Kaltim langsung mengangkat dirinyna sebagai PNS di dinas pemuda dan olahraga. Sehingga, ia merasa memiliki jaminan masa tua ketika kemudian ia pensiun sebagai atlet. "Saya sekarang sudah pensiun tetapi tetap menjadi melatih," tutur Ade.
Sebelum Ade, kepindahan ke Kaltim lebih dulu dilakukan Samsul Effendi, saat masih membela lampung di cabang olahraga (cabor) panjat dinding pada medio 1990an. Samsul mengaku pindah karena keterbatasan fasilitas berlatih di Lampung.
"Kadang atletnya ada berapa, fasilitasnya dikasih berapa, Misalnya, ada atlet 10, dapat jatah sepatu hanya 5 pasang. Akhirnya, pakai gantian,“ jelas Samsul.
Selain itu, Samsul menuturkan, dana yang diberikan pun tidak transparan, antara lain uang transportasi dan bonus bagi atlet berprestasi.
”Rata-rata itu masalahnya. Saat itu, cukup banyak atlet panjang dinding yang pergi dari Lampung," ujar Samsul, yang kini telah pensiun sebagai atlet.Lebih Berprestasi selama menjadi atlet mewakili Lampung, Samsul mengaku tidak pernah mengikuti ajang PON. Kondisi tersebut berubah saat ia mewakili Kaltim . Ia mengikuti dua PON . Dan di kedua ajang tersebut, ia mampu meraih medali perunggu. "Karena fasilitas yang tajamin. kesejahteraan juga cukup terjamin. Saat fasilitas minim, motivasi atlet untuk berkembang juga menjadi hilang,“ kala Samsul.
Hal serupa dialami Ade Bagus. Ia sempat membela lampung pada PON Sumatera Selatan 2004, namun tak berhasil meraih medali.
Pada PON Kaltim 2008, Ade kembali berlaga. Saat im, ia sudah "berbaju“ Kaltim. dan sukses mengantongi medali emas. 'Untuk pembinaan sebenarnya tidak ada perbedaan antara Lampung dan Kaltim. Tetapi dari segi fasilitas, Kaltim lebih baik dan lebih lengkap terang Ade. Sementara, prestasi yang dicatat Eko pun sangat menjulang. Tak hanya sukses di ajang nasional, Eko juga berprestasi di ajang internasional tertinggi, yaitu Olimpiade
Eko tercatat pernah meraih medali perunggu pada Olimptade Beijing 2008 dan Olimpiade London 2012. Pada Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Eko berhasil membawa pulang medali perak
Dari segudang prestasi yang telah dicapai. Eko mengaku, ia masih memihki keinginan untuk bisa meraih medali mewakili lampung
lampung itu tanah kelahiran saya. keinginan pasti ada. tapi atlet itu sama saja dengan pekerjaan lainnya Bukan matre, tetapi kami juga butuh kepastian kejelasan dan jaminan. Seorang atlet juga punya tanggung jawab terhadap keluarga yang harus dihidupi
Di cabang angkat besi, Eko mengatakan. banyak bakat - bakat muda yang tumbuh Lampung Hal tersebut seharusnya bisa menjadi perhati pemerintah Tinggi kemauan dari daerah apakah mau menumbuhkan atlet atlet muda berbakat tersebut”? ucap Eko. Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Lampung. Hambal W? kan. persoalan yang terjadi pada Elm nebenamya keur ball kepada pribadi atlet. Se bab. jika memang memiliki keinginan untuk membela Lampung Hanibal menga takan. Eko seharusnya mau proaktif menemui pemerintah daerah atau KONI Lampung
Tapi sejauh ini tidak pernah juga. Kalau kami, ketika si atlet sudah memutuskan untuk membela daerah lain, meskipun asalnya dari Lampung, kami bisa apa? Karena, itu kan sudah menjadi keputusan dia,"papar Hanibal, Selasa (21 / 1 1). Persoalan yang terjadi pada Eko, Hanibal menuding, tak terlepas dari jual beli atlet yang dilakukan sejumlah pelatih Sebenarnya ada permasalahan lain yang terjadi. Jadi, dia (Eko) ini masuk dalam lingkaran pelatih-pelatih yang suka menjual atlet. khususnya dari Lampung. Ketika dia (pelatih) sudah melihat ada potensi dari si atlet. dalam hal ini si Eko. si pelatih ini menawarkan ke banyak daerah. Tinggal mana yang berani membayar tinggi, itu yang diambil," kata Hanibal.
Meski begitu, Hanibal mengatakan, pihaknya tidak bisa bertindak banyak. Hal itu karena status atlet dalam mewakili provinsi, pada akhirnya tergantung dari atlet tersebut. Saat itu, Eko sudah telanjur membela daerah lain. Kalau mau membela ' Lampung, Eko harus mengajukan surat kepindahan, dua tahun sebelum event nasional berlangsung. 'Karena, kami tidak bisa asal menarik. Dari sisi aturan juga memang harus atletnya yang mengusulkan untuk pindah," papar Hanibal. Fenomena atlet pindah ke provinsi lain, menurut Hanibal, telah terjadi saat dirinya masih menjadi atlet karate pada 1970-an. Meskipun, mereka sudah mengharumkan nama Lampung di pentas nasional.
"Iming-iming bonus dan kesej ahteraan (dari provinsi lain), tentu akan sangat menggiurkan bagi para atlet. Apalagi, keterbatasan anggaran menjadi masalah untuk Lampung bisa menahan atlet yang berpotensi," kata Hanibal. Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi KONI Lampung, Julian Manaf membenarkan, kepindahan atlet tidak bisa dicegah. Hal tersebut diperbolehkan dalam peraturan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). "Bahkan kalau kami ingin mengadopsi atlet dari daerah lain, juga tidak masalah. Atlet yang pindah biasanya karena iming-iming bonus atau uang di provinsi baru," ucap J ulian.(rri/val)
Komentar
Posting Komentar